Kamis, 12 Januari 2012

Musuh-Musuh Setan

Eksistensi iblis dan keberadaan setan bagi Bani Adam jelas-jelas telah dinyatakan Allah sebagai musuh bagi orang-orang beriman yang harus dilawan dengan kekuatan iman dan ihsan.

Sebagai mukmin yang dituntut merealisasikan keimanannya dalam keseharian, mau tidak mau harus berhadapan dengan kenyataan setan yang tidak pernah tinggal diam dalam memperdayakan umat manusia.

Tipisnya keimanan seseorang akan semakin dekat dengan setan. Sebaliknya, semakin tebal keimanan seseorang, akan semakin dimusuhi setan, dan menjadikan setan sebagai musuh bebuyutan.

“Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh nyata bagi kalian.” (QS. 2:168)

Klasifikasi Bani Adam yang menjadi musuh setan, berdasarkan dialog Rasulullah SAW dengan setan laknatullah diantaranya ialah :

1. Orang berilmu yang mengamalkan ilmunya

Jangan aneh jika nasib ‘ulama yang istiqomah akan ke’aliman dan ilmunya seringkali harus menerima kenyataan pahit dengan segala godaan, oleh kekejaman politik atau kezholiman manusia-manusia setan.

2. Orang yang tunduk dan patuh pada kebenaran

Pada lazimnya manusia bukan tidak tahu akan kebenaran, tapi ia tidak mau tahu kebenaran. Bahkan, Naudzubillah adalah slogan yang haram saja susah apalagi yang halal, pada ia tahu antara kebenaran dan kebathilan.

3. Pemuda yang tekun beribadah dan taat kepada Allah SWT

Terasa asing ketika ada pemuda-pemuda yang tekun beribadah karena saat ini, pemuda-pemuda menghabiskan masa mudanya dengan kemanjaan dan foya-foya. Slogan mereka : masa muda bersenang-senang, tua kaya dan bahagia, mati masuk surga. Begitu dangkalnya pemikiran mereka padahal surga dan kebahagian itu hanya bisa diraih dengan ketaatan dan bekerja sungguh-sungguh.

4. Orang yang senantiasa menasehati orang lain dengan keikhlasan

Derasnya bujuk rayu setan melalui ghuzwul fikrinya yang menyerang umat islam, sehingga umat islam banyak namun laksana buih di lautan. Tetapi, dengan semakin derasnya bujuk rayu setan, ada juga orang-orang yang mengajak dan menasehati saudaranya. Mereka menjadi ustadz dan tauladan bagi masyarakatnya, walau kadang mereka difitnah dan diteror oleh setan-setan manusia.

5. Orang yang penuh keyakinan dan harapan akan jaminan Allah

Mereka tidak takut kelaparan pada saat terhimpit ekonomi, walau godaan datang dari kanan dan kiri, atau setan yang merayu silih berganti, mereka tidak tergelincir akan godaan harta, tahta, dan wanita karena mereka orang-orang yang loyal kepada Allah SWT.
Read more »

Jumat, 06 Januari 2012

Ummat Pertengahan

Allah SWT tidak cukup menyebut ummat Islam sebagai ummat pilihan (khoiru ummah) semata. Tetapi, Allah juga menyebutkan salah satu argumentasi mengapa ummat Islam dikatakan sebagai ummat pilihan, yaitu lantaran ummat Islam adalah ummatan wasathan (ummat pertengahan).

“Dan demikianlah, Kami jadikan kalian sebagai ummat pertengahan, agar kalian menjadi saksi bagi manusia, dan Rasul menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al Baqarah : 143)

Sayyid Qutub mencoba menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan predikat ummat Islam sebagai ummat pertengahan. Menurutnya, diantara faktor-faktor yang menempatkan ummat Islam sebagai ummatan wasathan diantara ummat lainnya, adalah :

1. Ummat pertengahan dalam masalah keyakinan (aqidah) dan tashawur (pandangan). Ummat Islam tidak sekedar menekankan kehidupannya pada aspek rohani, juga tidak semata-mata kehidupannya pada aspek material belaka. Ummat Islam memandang keduanya sebagai suatu rancang bangunan yang satu dan yang lainnya saling terkait. Tashawur Islam memandang kehidupan material dan spiritual sebagai bagian integral fitrah insaniah. Karena itu tashawur Islam dalam hal ini hanyalah sekedar mengikuti fitrah yang tercermin dalam ruh dan jasad.

2. Ummat pertengahan dalam segi pikiran dan perasaan. Ummat Islam menempatkan pikiran dan perasaan pada tempatnya yang cocok. Islam tidak memandang pemikiran di atas perasaan atau sebaliknya, serta tidak juga melalui penekanan akal dengan menafikan rasa. Islam juga tidak mengutamakan perasaan dengan mengabaikan akal pikiran. Islam menempatkan keduanya secara proporsional. Demikian pula ummat Islam tidak terpaku pada hal-hal yang sudah diketahui saja, namun juga membuka pintu lebar-lebar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Walaupun, dalam waktu yang bersamaan menolak keras segala bentuk Tahayyul, Bid’ah, dan Khurafat.

3. Ummat pertengahan dalam tandzim (pengorganisasian) dan tansiq (koordinasi). Tidak menyerahkan segala urusan pada perasaan dan selera belaka, tetapi juga tidak meletakkannya bulat-bulat pada undang-undang semata. Ia memadukan antara selera dan perasaan manusia dengan undang-undang. Ia mengangkat hati nurani manusia tinggi-tinggi dengan memberikan pengarahan dan pembinaan, dan disisi lain menjamin keberadaan sistem masyarakat melalui undang-undang. Membiarkan manusia hidup sekedar dipandu selera dan perasaannya, akan menggoyahkan sendi-sendi sosial. Semantara, memaksa manusia mentaati undang-undang belaka dengan menafikan nurani akan menghasilkan situasi tertekan dan teraniaya. Islam memandang undang-undang dan nurani sebagai dua hal yang saling melengkapi dan menyempurnakan.

4. Ummat pertengahan dalam interaksi antar manusia dan saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Tidak hanya menonjolkan identitas dan kepentingan individu, dengan mengabaikan identitas jama’ah dan negara. Dan tidak juga sekedar menekankan kepentingan jama’ah dan negara sembari membabat habis identitas pribadi. Islam tidak membiarkan kebebasan individu berubah menjadi watak egoistis, juga tidak sudi kekuasaan jama’ah dan negara berubah jadi otoriter dan tirani. Akan tetapi, Islam menempatkan kepentingan individu dan masyarakat pada posisinya masing-masing, untuk saling menghidupkan dan menggairahkan kehidupan manusia. Koordinasi dan kerjasama yang baik antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan ciri khas ummat Islam yang tidak dimiliki ummat lain.

5. Ummat pertengahan dalam zaman. Ummat Islam mengakhiri masa kanak-kanak generasi ummat manusia sebelumnya, dan mencapai kematangan intelektual sesudah fase tersebut. Pada masa kehadiran ummat Islam, pengikut Rasulullah SAW inilah kematangan psikis, intelektual dan moral manusia mencapai puncaknya. Sedangkan masa sebelumnya adalah fase pembentukan dan proses yang belum tuntas. [oman]
Read more »

 

PENDIDIKAN

RENUNGAN

PUISI