Allah SWT tidak cukup menyebut ummat Islam sebagai ummat pilihan (khoiru ummah) semata. Tetapi, Allah juga menyebutkan salah satu argumentasi mengapa ummat Islam dikatakan sebagai ummat pilihan, yaitu lantaran ummat Islam adalah ummatan wasathan (ummat pertengahan).
“Dan demikianlah, Kami jadikan kalian sebagai ummat pertengahan, agar kalian menjadi saksi bagi manusia, dan Rasul menjadi saksi atas kalian.” (QS. Al Baqarah : 143)
Sayyid Qutub mencoba menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan predikat ummat Islam sebagai ummat pertengahan. Menurutnya, diantara faktor-faktor yang menempatkan ummat Islam sebagai ummatan wasathan diantara ummat lainnya, adalah :
1. Ummat pertengahan dalam masalah keyakinan (aqidah) dan tashawur (pandangan). Ummat Islam tidak sekedar menekankan kehidupannya pada aspek rohani, juga tidak semata-mata kehidupannya pada aspek material belaka. Ummat Islam memandang keduanya sebagai suatu rancang bangunan yang satu dan yang lainnya saling terkait. Tashawur Islam memandang kehidupan material dan spiritual sebagai bagian integral fitrah insaniah. Karena itu tashawur Islam dalam hal ini hanyalah sekedar mengikuti fitrah yang tercermin dalam ruh dan jasad.
2. Ummat pertengahan dalam segi pikiran dan perasaan. Ummat Islam menempatkan pikiran dan perasaan pada tempatnya yang cocok. Islam tidak memandang pemikiran di atas perasaan atau sebaliknya, serta tidak juga melalui penekanan akal dengan menafikan rasa. Islam juga tidak mengutamakan perasaan dengan mengabaikan akal pikiran. Islam menempatkan keduanya secara proporsional. Demikian pula ummat Islam tidak terpaku pada hal-hal yang sudah diketahui saja, namun juga membuka pintu lebar-lebar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Walaupun, dalam waktu yang bersamaan menolak keras segala bentuk Tahayyul, Bid’ah, dan Khurafat.
3. Ummat pertengahan dalam tandzim (pengorganisasian) dan tansiq (koordinasi). Tidak menyerahkan segala urusan pada perasaan dan selera belaka, tetapi juga tidak meletakkannya bulat-bulat pada undang-undang semata. Ia memadukan antara selera dan perasaan manusia dengan undang-undang. Ia mengangkat hati nurani manusia tinggi-tinggi dengan memberikan pengarahan dan pembinaan, dan disisi lain menjamin keberadaan sistem masyarakat melalui undang-undang. Membiarkan manusia hidup sekedar dipandu selera dan perasaannya, akan menggoyahkan sendi-sendi sosial. Semantara, memaksa manusia mentaati undang-undang belaka dengan menafikan nurani akan menghasilkan situasi tertekan dan teraniaya. Islam memandang undang-undang dan nurani sebagai dua hal yang saling melengkapi dan menyempurnakan.
4. Ummat pertengahan dalam interaksi antar manusia dan saling keterkaitan satu dengan yang lainnya. Tidak hanya menonjolkan identitas dan kepentingan individu, dengan mengabaikan identitas jama’ah dan negara. Dan tidak juga sekedar menekankan kepentingan jama’ah dan negara sembari membabat habis identitas pribadi. Islam tidak membiarkan kebebasan individu berubah menjadi watak egoistis, juga tidak sudi kekuasaan jama’ah dan negara berubah jadi otoriter dan tirani. Akan tetapi, Islam menempatkan kepentingan individu dan masyarakat pada posisinya masing-masing, untuk saling menghidupkan dan menggairahkan kehidupan manusia. Koordinasi dan kerjasama yang baik antara kepentingan individu dan masyarakat merupakan ciri khas ummat Islam yang tidak dimiliki ummat lain.
5. Ummat pertengahan dalam zaman. Ummat Islam mengakhiri masa kanak-kanak generasi ummat manusia sebelumnya, dan mencapai kematangan intelektual sesudah fase tersebut. Pada masa kehadiran ummat Islam, pengikut Rasulullah SAW inilah kematangan psikis, intelektual dan moral manusia mencapai puncaknya. Sedangkan masa sebelumnya adalah fase pembentukan dan proses yang belum tuntas. [oman]
Jumat, 06 Januari 2012
Ummat Pertengahan
03.54
admin
0 komentar:
Posting Komentar